Dunia Adalah Ladang Akhirat
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. Hendaknya setiap orang memperhatikan perbuatan yang kita lakukan untuk hari esok dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
(QS. Al-Hasyr 59 : 18)
Satu hal yang mendorong seseorang untuk berusaha dan beramal adalah keyakinan tentang hasil yang akan diraih pada masa yang akan datang. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda : "Dunia adalah ladang akhirat". Maksudnya, kita harus mencangkul tanah, menanam tumbuhan, serta merawat dan menyiramnya.
Dengan demikian, kita dapat memetik buahnya pada masa yang akan datang. Mencapai puncak keberhasilan pada masa yang akan datang, bukanlah kejadian yang kebetulan dan tak sengaja, melainkan sesuatu yang harus kita wujudkan dengan usaha keras dan perencanaan yang cermat, matang, dan sungguh-sungguh.
Dalam kehidupan, sebaiknya kita tidak gampang mengambinghitamkan nasib karena kita yakin bahwa Allah Maha Pengasih. Allah memberi perangkat "lunak" dalam bentuk akal budi dan hati serta perangkat "keras", yaitu segala macam benda dijagat raya kepada manusia agar mereka bisa mengubah dirinya menuju hari depan yang lebih baik dan cerah.
Hari akhir atau hari pembalasan adalah suatu masa ketika amal dan perbuatan manusia selama hidup didunia dinilai dan ditimbang. Pada momen ini, Allah Swt akan bertindak seadil-adilnya. Manusia yang amal kebaikannya lebih banyak daripada keburukannya akan menjadi penghuni surga (ashhab al-jannah). Sebaliknya, manusia yang dosanya lebih banyak daripada amal kebaikannya akan dimasukkan kedalam neraka (ashhab al-nar).
Keyakinan pada hari akhir ada di setiap manusia, disebabkan beberapa hal:
Pertama, keinginan untuk berjumpa dengan orang-orang yang dicintai. Umur manusia sangat terbatas. Suatu saat, setiap individu pasti akan menemui ajal.Untuk itu, pada jiwa seseorang terpendam keinginan bertemu kembali dengan orang-orang yang dicintai yang telah lama meninggal, entah itu anak, suami atau orangtua.
Kedua, didunia ini keburukan justru sering menang diatas kebaikan. Untuk itu, hati nurani seseorang mengharapkan keadilan dan kesejatian yang sebenar-benarnya kelak pada hari akhir. Beberapa pertanyaan yang menggelisahkan seseorang sewaktu didunia sehingga mengingatkannya pada hari akhir; misalnya, aku sudah jujur tetapi mengapa tidak berhasil? Aku telah belajar keras supaya lulus sebagai PNS tetapi mengapa yang lulus justru orang yang menyogok? Mengapa koruptor kelas kakap yana merampok uang negara triliunan justru bebas dan berleha-leha, sementara maling ayam dibunuh beramai-ramai? Mengapa aktivis HAM seperti Munir dibunuh secara tragis dan kejam? Dan seterusnya.
Betapa banyak kejadian yang keburukan menang diatas kebaikan dan kehinaan mengalahkan kemuliaan. Sementara, orang yang umurnya pendek belum sempat menyaksikan balasan yang adil. Hidup yang adil dan beradab seharusnya tidak menerapkan hukum rimba, yaitu siapa yang kuat dan berkuasalah yang menang; sementara yang lemah dan tidak berdaya semakin teraniaya dan terinjak-injak. Berhadapan dengan fenomena hukum rimba, manusia yang hati nuraninya jernih pun memberontak.
Menurut manusia yang punya hati, berat rasanya kalau kebaikan tidak memperoleh kemenangan besar serta keburukan tidak mendapat balasan yang setimpal. Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Adil sesungguhnya menuntut keseimbangan dan keselarasan hidup ketika kebaikan mengalahkan keburukan. Dan kemuliaan mengalahkan kejahatan. Jika keadilan dan kebaikan tidak bisa tegak didunia yang fana ini, wajarlah jika seseorang sangat yakin akan datang hari akhir dan hari pembalasan.
Ketiga, keyakinan bahwa tempat kembali manusia dan binatang setelah mati tidaklah sama. Manusia pasti tidak sama dengan binatang. Sesudah mati, manusia masih harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sewaktu didunia, sementara binatang tidak. Untuk itu, manusia meyakini adanya hari kiamat dan hari
Ketiga hal tersebut membentuk keyakinan bahwa hidup kita haruslah punya tujuan yang jelas. Dengan tujuan yang jelas, kita berharap mampu memenuhi berbagai hal yang dijanjikan Allah Swt kelak di akhirat. Akhirat adalah kehidupan sesudah kematian. Ketiga faktor tersebut muncul dalam hati manusia dan menjadi energi untuk membentuk sejarah hidupnya.
Seseorang sulit membohongi dirinya sendiri berkaitan dengan suara hati yang percaya pada kehidupan sesudah kematian. Buktinya, ketika seseorang melakukan dosa dan kesalahan pasti ada rasa penyesalan dalam hati. Orang yang melakukan keburukan dan kejahatan pasti akan diprotes hati nuraninya sendiri. Keberadaan hari akhir, hari pembalasan, dan alam akhirat merupakan keyakinan yang tertanam dalam hati manusia.
Untuk itu, ukirlah karya nyata didunia ini sebaik mungkin seolah-olah kita akan mati ketika matahari terbit dari sebelah timur, esok pagi. Dengan keyakinan ini, kita tidak akan punya waktu untuk berdiam diri barang sejenak pun. Meskipun memejamkan mata ketika beristirahat pada tengah malam, hati kita sebaiknya selalu siaga berzikir kepada Allah Swt. Setan pun tidak punya kesempatan untuk menggoda kita. Lakukanlah hal-hal yang baik, bermanfaat, dan bermakna karena semuanya bisa menjadi bekal kehidupan kita, baik didunia maupun di akhirat kelak.
Bergeraklah penuh kekuatan dan dinamika untuk mewujudkan cita-cita yang mulia dijalan Allahdan kemanusiaan. Berusahalah sekuat tenaga agar hidup kita bermanfaat sebesar-besarnya dan seluas-luasnya bagi kehidupan. Yaitu,bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kemanusiaan secara lebih luas.
Rasulullah Saw bersabda: " Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya". Kita pun mampu berujar, "inilahusahadanprestasiku, semoga apa yang kulakukan menjadi rahmat bagi semesta kehidupan (rahmatan lil'alamin), dan Allah mencatatnya sebagai amal saleh".
Rasulullah Saw bersabda: "Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup abadi dan beribadahlah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok pagi".
(HR. Al-Baihaqi)
DAFTAR PUSTAKA
Al-'Allamah 'Abdullah Al-Haddad, Meraih Kebahagiaan Sejati: Jalan Hidup para Nabi dan Orang Suci, Bandung: Al-Bayan, 2005.
Al-Syaikh Badwi Mahmud, 100 Pesan Nabi untuk Wanita Shalilah: Penuntun Akhlak dan Ibadah, cet. Ke-2, Bandung: Mizania, 2006.
Irfan Hidayatullah, Perempuan Bersayap Surga: Kumpulan Kisah Menakjubkan, Bandung: Mizan, 2007.
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cet.ke-30, Bandung: Mizan, 2006.
Majdi Sayyid Ibrahim, 50 Nasihat Rasulullah untuk kaum Wanita: Buku Pertama tentang Belajar Menapaki Dunia, cet.ke-5, Bandung: Al-Bayan, 2003.
Sumber: mqfmnetwork.com
Kesabaran Nabi Ayub Mengalahkan Setan
Nabi Ayub adalah seorang yang memiliki harta kekayaan yang berlimpah, istri-istri yang cantik jelita, hewan ternak yang sehat dan beranak-pinak, serta tanah yang
amat luas.
Ia hidup bahagia dengan istri-istrinya tanpa kurang suatu apa pun.
Masyarakat sekitarnya banyak yang memuji Nabi Ayub karena kesuksesannya, ketaatannya dalam beribadah, ketekunannya dalam berdakwah, dan rasa cintanya kepada Allah.
Pepatah mengatakan, semakin tinggi dan besar seorang hamba, semakin besar pula ujian yang akan diterimanya. Ibarat pohoh, semakin tinggi pucuknya maka semakin dahsyat pula tiupan angin yang menerpanya. Demikian pula Nabi Ayub, karena ia adalah sosok nabi yang memiliki iman di atas rata-rata manusia biasa maka tingkat ujiannya lebih berat pula. Sekalipun demikian, Allah tidak akan menimpakan suatu musibah terhadap seseorang melebihi kemampuannya untuk menerimanya.
Allah SWT menguji Nabi Ayub dengan dua macam musibah, yaitu harta benda dan penyakit kulit. Ujian pertama yang diterimanya berupa hilangnya seluruh harta bendanya hingga ia berubah menjadi miskin. Akan tetapi, melihat kenyataan itu, Ayub mengatakan,
“Musibah datangnya dari Allah SWT dan aku harus mengembalikan kepada-Nya. Allah telah memberiku nikmat selama beberapa masa. Maka segala puji bagi Allah atas segala nikmat yang diberikan-Nya dan aku persilakan Allah untuk mengambil nikmat-nikmat itu kembali. Bagi-Nya pujian sebagai Dzat Pemberi dan Pengambil. Aku ridha dengan keputusan Allah SWT. Dialah yang mendatangkan manfaat dan mudharat. Dialah yang ridha dan Dialah yang murka. Dia adalah Penguasa yang memberikan kerajaan kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya, dan mencabut kerajaan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya. Dia memuliakan siapa pun yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa pun yang dikehendaki-Nya.”
Setelah berkata demikian, Nabi Ayub bersujud. Melihat sikap Nabi Ayub tersebut, Iblis tampak tercengang. Allah juga menguji Ayub melalui anak-anaknya.
Ujian untuk Nabi Ayub tidak berhenti sampai di sana saja. Allah juga menguji Nabi Ayub melalui anak-anaknya. Semua anak-anaknya meninggal dunia akibat musibah gempa. Dalam keadaan demikian, Nabi Ayub berkata, “Allah memberi dan Allah mengambil. Maka bagi-Nya pujian saat Dia memberi dan mengambil, saat Dia murka dan ridha, saat Dia mendatangkan manfaat dan mudharat.” Selanjutnya, Ayub bersujud kepada Allah SWT. Iblis kembali dibuat tercengang oleh kekuatan iman Nabi Ayub.
Setelah melewati dua ujian berat, Allah kembali mengujinya dengan penyakit kulit yang sangat parah. Kulitnya membusuk hingga istrinya pun merasa jijik kepadanya. Ia memiliki beberapa istri, tapi hanya satu orang yang mau bersabar dan setia mendampinginya. Atas kesabarannya tersebut, Allah telah memberikannya anugerah untuk menemani Nabi Ayub kelak di akhirat.
Berbagai cobaan berat yang telah menerpa Nabi Ayub, membuatnya semakin sedih. Namun, ia masih tetap bersabar menjalaninya bersama satu istrinya yang masih setia menemaninya. Beliau masih tetap memuji Allah dan bersyukur atas segala nikmat yang dulu pernah dianugerahkan kepadanya.
Di lain pihak, amarah setan semakin memuncak menyaksikan besarnya keimanan dan kesabaran Ayub. Setan hampir kehabisan akal untuk menggoda Nabi Ayub agar meninggalkan Allah karena musibah-musibah tersebut. Hingga pada akhirnya ia menemukan cara baru untuk menggoda kesabaran Ayub melalui istrinya, sebagaimana ia telah menggoda Adam melalui Hawa untuk memakan buah Khuldi yang terlarang.
Akhirnya, godaan setan pun mulai merasuki istri Nabi Ayub hingga ia mulai putus asa dengan keadaan suaminya. Ia berkata kepada Nabi Ayub, “Sampai kapan Allah akan menyiksamu? Di manakah harta, keluarga, teman, dan kaum kerabatmu? Di mana masa kejayaanmu dan kemuliaanmu dulu?”
Mendengar keluh kesah istrinya, Nabi Ayub berkata, “Sungguh engkau telah dikuasai oleh setan. Mengapa kamu meratapi kemuliaan masa lalu dan anak yang telah meninggal dunia?”
Istrinya balik bertanya, “Mengapa engkau tidak memohon kepada Allah agar menghilangkan berbagai macam cobaan hidupmu, menyembuhkanmu, serta menghilangkan kesedihanmu?”
Nabi Ayub kembali bertanya, “Berapa lama kita merasakan kebahagiaan?”
“Kurang lebih delapan tahun,” jawab istrinya.
Ayub melanjutkan pertanyaannya, “Berapa lama kita mendapat penderitaan?”
Sang istri menjawab, “Tujuh tahun.”
Mendengar jawaban itu Nabi Ayub berkata, “Aku malu jika aku meminta kepada Allah SWT agar menghapuskan penderitaanku ketika aku melihat masa kebahagiaanku yang lebih lama.”
Karena penderitaan demi penderitaan yang ditanggungnya tidak kunjung berakhir, Nabi Ayub pun ditinggalkan istrinya. Sekalipun demikian, Nabi Ayub tetap istiqomah dan terus bersabar melawan derita dan godaan iblis, tanpa berpaling sedikit pun dari Allah SWT.
Atas kesabaran Nabi Ayub yang telah ditanamkannya dalam hati dengan penuh keimanan, Allah memberinya pujian dan menempatkannya di sisi Allah dengan derajat yang tinggi. Allah telah berfirman di dalam Al-Qur`an memuji kesabaran Nabi Ayub,
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (QS. Shad: 44).
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (QS. Shad: 44).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar